Mengenai Saya

Foto saya
hanya manusia yang mencoba untuk terus belajar

Jumat, 21 November 2008

PERADABAN ISLAM MESIR

PENDAHULUAN

Periode perkembangan modern umat Islam adalah berlangsungnya modernisasi dan transformasi masyarakat muslim. Pada masa ini umat Islam di berbagai belahan dunia berada dalam situasi yang terkacaukan oleh pengaruh bangsa-bangsa Eropa karena imperialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa eropa tersebut. Peradaban Islam dalam keadaan yang merosot akibat kehancuran imperium muslim, kemunduran ekonomi, konflik internal keagamaan dan kebangkitan politik serta ekonomi bangsa Eropa yang didukung dominansi kultural mereka. Keadaan inilah yang kemudian mendorong sejumlah pembaruan umat Islam di abad 19.
Pada masa ini perubahan sejarah diawali dengan gerakan-gerakan masyarakat muslim yang mengarah pada gerakan-gerakan modernisasi. Pada masing-masing wilayah pengaruh kekuatan Eropa terhadap gerakan muslim berbeda-beda, baik secara institusional maupun kultural dan perbedaan tersebut menimbulkan keragaman tipe masyarakat Islam kontemporer. Pada perkembangan peradaban Islam periode ini menunjukkan peradaban yang bercirikan interaksi antara masyarakat Islam dengan pengaruh Eropa.
Mesir terletak di sebelah timur laut benua Afrika, tempat pertemuan dua benua Asia dan Afrika. Mesir dipisahkan oleh dua lautan Laut Tengah dan Laut Merah. Negeri ini merupakan jalur perdagangan dan peperangan antara timur dan barat. Karena posisinya yang strategis itulah Mesir dilalui banyak peradaban silih berganti. Pada periode ini Mesir diwarnai oleh cengkeraman penjajahan oleh bangsa Eropa dan kebangkitan nasionalisme masyarakat Mesir.



PERADABAN ISLAM MESIR
PADA MASA MODERN

Kondisi Pemerintahan Utsmani
Pada masa berkuasanya pemerintahan Utsmani, Mesir berada dalam wilayah pemerintahannya. Kekuasaan Utsmani di Mesir dimulai oleh Sultan Salim pada tahun 1517. Perubahan yang dilakukan hanyalah pengangkatan raja muda dan pasya serta penempatan sekitar 500 anggota pasukan jenissari. Pada saat Sultan Salim meninggalkan Cairo, urusan Mesir diserahkan kepada Khair Bei, seorang bekas gubernur Mamluk yang membelot dan beralih ke Utsmani dan kemudian menjadi wali negara Mesir yang berkedudukan di Aleppo. Orang-orang Mamluk yang memerintah Mesir tetap menduduki jabatan Bei, yaitu kepala daerah yang tetap mempunyai pasukan-pasukan pengawal sendiri yang berasal dari budak-budak yang didatangkan dari Asia Tengah.
Pada abad ke-17 kekuasaan Sultan Utsmani semakin melemah, Mesir mulai melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul dan akhirnya menjadi daerah otonomi. Hal ini dimulai setelah jatuhnya prestise sultan-sultan Utsmani, kemudian orang-orang Mamluk tidak mau lagi tunduk kepada Istanbul dan bahkan menolak pengiriman hasil pajak secara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istanbul. Pemimpin mereka disebut Syeikh Al-Balad, namun para pemimpin ini bertabiat kasar dan hanya bisa berbahasa Turki sehingga hubungan dengan rakyat Mesir tidak begitu bagus.

Kemunduran Utsmani di Mesir dan Gerakan Ali Bek Al-Kabir (1768-1772 M)
Meskipun kekuasaan Utsmani melemah, sebenarnya Istanbul tetap berusaha agar Mesir di bawah kekuasaannya. Sultan Utsmani tetap mengirim Pasya Turki ke Cairo untuk bertindak sebagai wakil dalam memerintah daerah itu. Namun kedudukan Pasya Turki tidak lebih dari seorang Duta Besar, karena kekuasaan tetap di tangan Mamluk. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan Pasya sebelum memangku jabatan, jadi Pasya-Pasya ini tidak bisa mengontrol jalannya pemerintahan di daerah-daerah dengan baik. Selain itu juga sering dilakukan penggantian Pasya, sehingga mengakibatkan lemahnya kewibawaan pimpinan. Sering muncul konflik antara Pasya dengan Bei, Pasya dan Bei berlomba menambah beban rakyat. Korupsi merajalela, wabah penyakit menambah derita rakyat. Tahun 1619 terjadi wabah penyakit dan menelan korban lebih dari sepertiga juta jiwa.
Kekuasaan orang-orang Mamluk terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1769. Pada saat itu Ali Bek al-Kabir (Ali Bei), seorang mamluk kelahiran Caucasus mampu mengusir Pasya Utsmani dari Mesir dan mengumumkan kemerdekaannya dari kekuasaan Utsmani. Selanjutnya Ali Bei mendapat gelar Sultan Mesir dan penguasa dua laut. Ali Bei tidak puas dengan gelar itu, ia menempatkan diri sebagai sultan yang bebas dan berdaulat. Ia menerbitkan mata uang sendiri dan memerintahkan agar namanya disebut dalam khutbah Jum’at. Hal ini menurut kebiasaan waktu itu menandakan bahwa dia benar-benar berdaulat.
Ali Bei mangkat pada tahun 1773 M, karena dibunuh oleh panglima pasukannya pada medan peperangan. Setelah kematian Ali Bei, negeri ini menghadapi masa sulit yang berkepanjangan. Selama masa itu sejumlah raja silih berganti mengendalikan kekuasaan untuk kepentingan sendiri antara lain Ismail, Ibrahim, dan Murad. Prselisihan raja-raja tersebut terjadi dengan sengitnya.

Ekspedisi Penyerbuan Pasukan Prancis terhadap Mesir (1798-1801)
Perancis datang ke Mesir dengan kepemimpinan Napoleon Bonaparte. Dengan dalih menghukum penguasa-penguasa Mamluk yang telah berlaku sewenang-wenang, Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1789 dan keesokan harinya kota ini jatuh. Sembilan hari kemudian kota Rasyid jatuh, sebelah timur Alexandria. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon telah sampai di bawah piramid di dekat Cairo, Pertempuran terjadi di daerah itu dan kaum Mamluk lari ke Cairo tetapi karena mereka tidak mendapat simpati dari rakyat sehingga lari ke daerah Mesir Selatan. Pada tanggal 22 Juli Napoleon dapat menguasai Mesir.
Ekspedisi Prancis ini adalah hasil dari serangkaian rencana yang sudah lama dikembangkan oleh Prancis pada masa Louis XIV. Setelah revolusi Perancis selesai, Perancis menjadi negara besar yang mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Kedua negara ini berebut pengaruh di dunia, Napoleon melihat perlunya meletakkan Mesit di bawah kekuasaan Prancis untuk memutuskan komunikasi antara Inggris dan India.
Dalam rangka meningkatkan simpati kaum muslimin di Mesir, Napoleon membuat pamflet berbahasa Arab yang mengatakan bahwa orang-orang Mamluk bukanlah muslim yang baik, tidak sebaik orang Prancis yang datang untuk memulihkan kewibawaan pemerintahan Utsmani di Mesir.
Perlawanan orang-orang Mesir dan Utsmani serta intervensi Inggris menghalang-halangi pendudukan Prancis di Mesir. Inggris takut Prancis akan mempengaruhi kepentingan mereka di wilayah timur, sedangkan orang-orang Utsmani yakin bahwa Prancis akan menghilangkan kekuasaan mereka dan orang-orang Mesir yakin bahwa Prancis tidak akan memajukan Mesir. Pada Agustus 1798 armada Inggris bisa menghancurkan armada Prancis dalam pertempuran Albuqir dekat Alexandria. Kemenangan ini mendorong utsmani untuk melawan Prancis, padahal Bonaparte mendeklarasikan untuk melemahkan kelaliman Mamluk menghormati Islam dan memberi orang-orang Mesir untuk menjadi bagian dalam pemerintahan mereka. Sultan Utsmani justru mendeklarasikan berperang melawan Prancis dan bersekutu dengan Inggris dan Rusia.
Usaha Napoleon menguasai daerah-daerah di Timur Tengah tidak berhasil, perkembangan politik dalam negeri Prancis membutuhkannya di Paris. Ia meninggalkan Mesir di bawah pimpinan Jendral Kleber. Jendral Kleber mengalami kekalahan melawan Inggris dan Prancis akhirnya meninggalkan Mesir.
Kehadiran Napoleon Bonaparte di Mesir menghasilkan pengaruh-pengaruh dan ide-ide baru dalam ilmu dan kebudayaan. Ide-ide baru misalnya:
- Sistem pemerintahan republik
- Ide persamaan (Egalite)
- Ide Kebangsaan
Semua ini dikarenakan dalam ekspedisinya Napoleon tidak hanya membawa tentara saja, akan tetapi juga diikuti oleh sejumlah ilmuwan dan sarjana di berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Napoleon memilih 10 orang yang sebagian besar dari Al-Azhar untuk membentuk sebuah dewan rektor Al-Azhar. Bonaparte mendirikan “Institut d Egypte“ agar para ahli Prancis bisa memberikan petunjuk mengenai tekhnik. Institut ini terbuka bagi orang-orang Mesir. Napoleon juga menerbitkan majalah La Courrier d’Egypte sebagai media publikasinya.
Akan tetapi ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke Mesir dalam waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam Mesir, dalam perkembangannya kemudian barulah ide-ide ini diterima dan kemudian dipraktekkan sehingga nantinya berhasil mendekatkan Mesir dengan Eropa.

Masa Renaissance dan kekuasaan Muhammad Ali (1805-1849)
Muhammad Ali awalnya adalah pemimpin kelompok Albania dalam pasukan Utsmani yang dikirim ke Mesir. Setelah berhasil mengusir napoleon dia diangkat menjadi Jendral tahun 1801, kemudian November 1805 diangkat menjadi wali negara Mesir dengan gelar Pasya. Muhammad Ali berhasil mengusir Inggris pada tahun1807 dari Rosetta.
Selama masa pemerintahan Muhammad Ali, hubungan interaksi antara Mesir dan Eropa berkembang khususnya dalam bidang Ekonomi. Perpindahan orang-orang asing ke Mesir kian meningkat, sehinnga modal asing muncul di Mesir. Mesir berpartisipasi dalam mempermudah komunikasi antara timur dan barat, dan menghidupkan kembali jalan darat selama pertengahan awal abad ke 19.
Selama pemerintahan Muhammad Ali , Mesir mengikuti kemajuan yang dialami Eropa. Dia mendirikan sekolah-sekolah dan mengirim pelajar-pelajar Mesir ke Eropa, menjadikan industri maju pesat, dan mengembangkan percetakan-percetakan. Muhammad Ali Pasya membuka pintu lebar-lebar untuk dimasuki budaya barat.
Atas permintaan Utsmani, Muhammad ali mengirimkan pasukan ke Balkan untuk memadamkan pemberontakan orang-orang Yunani. Permintaan itu disertai janji penguasaan Syria apabila berhasil. Dia berhasil memperoleh kesuksesan, akan tetapi Prancis dan Inggris mengirimkan armadanya untuk menghancurkan armada Mesir Utsmani tersebut. Selain itu Muhammad Ali juga berhasil meredam pemberontakan di Syria oleh Abdullah Pasya dan Amir Akha.
Setelah Muhammad Ali mangkat, penguasa-penguasa Mesir dari keluarganya yaitu: Ibrahim bin Muhammad Ali 1848 M, Abbas bin Thusun 1848 M,Said bin Muhammad Ali 1854 M, Ismail bin Ibrahim 1863 M, Taufiq bin Ismail 1879 M, Abbas Hilmi bin Taufiq 1892, Husein Kamil bin Ismail 1914 M, Ahmad Fuad bin Ismail 1917 M, Faruq bin Fuad 1936 M, Ahmad bin Faruq 1936 M.
Pada kekuasaan Taufiq, Prancis dan Inggris ikut campur dalam segala urusan di Mesir, maka rekyat Mesir dan tentara membencinya. Timbullah perlawanann dan muncul pemimpin-pemimpin nasional yang memiliki kecenderungan terhadap Islam seperti Musthafa Kamil dan Muhammad Farid. Inggris menarik diri serta memberikan kemerdekaannya kepadanya tahun 1922 M. Kemudian Partai Sa’ad Zaghlul yang dipimpinnya memperoleh kemenangan dan memimpin negeri itu.


PENUTUP

Mesir dikuasai oleh Mamluk, orang-orang Utsmaniyah dan pemimpin lokal Mesir, kemudian diserbu oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Setelah itu Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1805-1848 M lalu dilanjutkan oleh keturunannya. Penguasa terakhir mereka adalah raja Faruq yang menghadapi “Revolusi pembebasan” oleh perwira yang kemudian mencopotnya dan kemudian diumumkan sistem Republik di Mesir.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam.Jakarta: Akbar Media Sarana. 2003.Maryam, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Lesfi. 2004

Tidak ada komentar: