Mengenai Saya

Foto saya
hanya manusia yang mencoba untuk terus belajar

Jumat, 21 November 2008

MACAM KARAKTERISTIK BIROKRASI

MACAM KARAKTERISTIK BIROKRASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BIROKRASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL
Adalah lembaga pendidikan yang memiliki kriteria yang telah ditentukan dengan standarisasi dan strukturisasi model pendidikan umum dari pemerintah secara ketat. Antara lain:
Lembaga Madrasah
Madrasah adalah model birokrasi pendidikan keagamaan di jalur sekolah secara berjenjang, madrasah dikenal sebagai istilah untuk jenis pendidikan Islam. Dahulu pada zaman Orde Baru kebijakan mengenai madrasah ini lebih bersifat melanjutkan dan menguatkan kebijakan mengenai madrasah pada masa Orde Lama, di era tahun 70-80-an, madrasah tidak dipandang sebagai bagian sistem pendidikan nasional, madrasah hanya menjadi lembaga pendidikan otonom di bawah monitoring Departemen Agama. Yang menjadi alasan adalah bahwa sistem pendidikan madrasah lebih didominasi oleh muatan-muatan agama, kurikulum yang digunakan belum terstandarkan, strukturnya tidak seragam.
Kemudian seiring berkembangnya zaman Departemen Agama senantiasa melakukan berbagai upaya demi memajukan dan mengembangkan lembaga ini. Upaya-upaya Departemen Agama antara lain melakukan formalisasi dan strukturisai lembaga madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegrikan sejumlah madrasah dengan kriteria yang diatur pemerintah, selain itu juga mendirikan sejumlah madrasah-madrasah negeri baru. Sedangkan dtrukturisasi adalah untuk mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum yang cenderung sama dengan perjenjangan dan kurikulum sekolah yang berada di bawah Departemen Pendidikan.
Setelah adanya pengembangan konsep madrasah, Saat ini yang menjadi pedoman adalah: pertama madrasah meliputi tiga tingkatan: MI setingkat dengan SD, MTs setingkat dengan SMP, dan MA setingkat dengan SMA; kedua ijazah madrasah dinilai sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajat; ketiga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih atas; dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Konsekuensi perubahan paradigma madrasah tersebut adalah perubahan kurikulum dan jumlah jam pelajaran yang harus mengikuti pola Departemen Pendidikan sekaligus mempertahankan cirri khas Islam yang menjadi identitas madrasah.
Eksistensi madrasah terus meningkat seiring dengan perbaikan lembaga pendidikan madrasah yang kontinyu. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional. UU No. 2/1989 tentang sisdiknas memberikan ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam, khususnya madrasah. Implikasinya dapat diamati pada kurikulum dan jenjang madrasah, mulai Ibtidaiyah hingga Aliyah, perjenjangan ini sama dengan perjenjangan pada pendidikan sekolah umum dari SD hingga SMU. Kurikulumnya pun sama hanya dengan pengecualian pengembangan cirri khas Islam.
Integrasi yang terjadi pada madrasah tersebut tidak mencakup penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, tetapi dengan adanya integrasi tersebut setidaknya ada pengakuan eksistensi yang mantap bahwa madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, hanya saja departemen yang diberi wewenang untuk mengelola semua proses pendidikan bukan Departemen Pendidikan melainkan Departemen Agama.
Pada pengelolaannnya madrasah secara operasional dibagi menjadi dua status, yaitu lembaga pendidikan swasta dan negeri. Lembaga yang dibina pemerintah lazim diebut lembaga negeri, sedangkan lembaga swasta merupakan hasil partisipasi masyarakat terhadap madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Tanggung jawab pengelolaannya Madrasah ini dilimpahkan dari Menteri Pendidikan kepada Menteri Agama. Pengadaan, pendayagunaan, pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum, buku pelajaran, dan peralatan pendidikan dari satuan penidikan yang diselenggarakan Departemen Agama diatur oleh Menteri Agama setelah menerima pertimbangan dari Menteri Pendidikan.
Kepala Madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau madrasah negeri bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan, pendayagunaan arena dan prasarana kepada pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. Hal ini diatur dengan Keputusan Menteri Agama yang menyatakan bahwa Madrasah negeri adalah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan dalam lingkungan Departemen Agama, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya Cq. Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam atau Seksi Bimbingan Masyarakat Islam.
Sedangkan Kepala Madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat atau Madrasah Swasta bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan, dan pendayagunaan sarana dan prasarana kepada badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

BIROKRASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL
Model birokrasi pendidikan Islam non formal dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan non formal, yaitu lembaga penidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara individual, tidak berjenjang dan berkesinambungan serta diletakkan pada jalur penidikan luar sekolah.
Dalam hal ini pesantren adalah merupakan contoh lembaga pendidikan Agama Islam non formal. Pesantren dikenal sebagai model pendidikan Islam tertua di Indonesia. Lembaga pesantren ini dipimpin oleh kiai. Kiai merupakan figure sentral dan ruh bagi sebuah pesantren. Kegiatan-kegiatan pengajian ditangani secara langsung oleh kiai yang dibantu oleh badal kiai (asisten), ustad atau ustadah yang tugasnya sebagai tenaga pendidik santri sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
Departemen Agama mengelompokkan pesantren ke dalam tiga tipologi, yakni: salafiyah, khalafiyah, dan perpaduan keduanya. Pesantren salafiyah adalah pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Sedangkn system madrasah hanya untuk dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian, tanpa memperkenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf adalah model pengajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang diikuti oleh sekelompok santri. Kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab-kitab salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya. Atau model pengajian diskusi masalah tertentu yang dibimbing oleh seorang guru, atau santri mju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan guru. Selain itu pesantren Salaf juga kerap menggunakan model musyawarah. Biasanya materi sudah ditentukan oleh kiai dan para santri dituntut untuk menguasai kitab-kitab rujukan. Kiai memimpin musyawarah sebagaimana moderator. Model ini bersifat dialogis, sehingga banyak diikuti oleh para santri senior. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman dan paradigma terus berubah, sebagian pesantren salaf mulai menerapkan system madrasati atau model klasikal, bahkan juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah, seperti MI, MTs, dan MA, Perguruan Tinggi.
Pesantren khalaf (modern) adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum yang bersifat madrasati. Dalam pesantren ini, proses mengajarnya menggunakan system klasikal (berjenjang), memiliki kurikulum tetap, dan ada standarisasi. Kurikulum pesantren khalafiyah ada yang berafiliasi ke Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dengan menyelenggarakan sekolah umum, atau dengan menciptakan kurikulum sendiri sesuai dengan visi misi kiai.
Sedangkan pesantren perpaduan adalah pesantren yang muncul sebagai respons atas kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama dan pengetahuan umum, sifatnya temporer dan gagasannya justru bukan dari kalangan kiai. Misalkan saja peantren kilat, pesantren ini berbentuk semacam training dalam waktu tertentu. Aspek-aspek yang ditekankan dalam pesantren ini adalah keterampilan ibadah. Contoh lain adalah pesantren terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vokasional atau kejuruan sebagaimana pada balai latihan kerja Departemen Tenaga Kerja dengan program yang terintegrasi dengan inti latihan kepesantrenan. Santrinya berasal dari mereka yang putus sekolah atau para pencari kerja atau CPNS, dll.




Daftar Pustaka:
Riyadi, Ali, “Politik Pendidikan Menggugat Birokrasi Pendidikan Nasional”, Yogyakarta,: Ar-Ruzz, 2006

Tidak ada komentar: