Mengenai Saya

Foto saya
hanya manusia yang mencoba untuk terus belajar

Jumat, 21 November 2008

AMERICA VS IRAQI

Dalam melihat permasalahan perang Amerika dengan Irak, umat Islam secara global telah juga terlibat dalam permasalahan yang begitu multikompleks dan multidimensi. Peperangan tersebut tidak hanya bisa dipandang dari satu sudut pandang saja, karena masalah perang tersebut meliputi segala aspek seperti politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Amerika seringkali mengatasnamakan sebagai agen dunia untuk memperbaiki kondisi Irak, meskipun banyak pihak menilai itu hanya alasan Irak untuk menginvasi Irak saja. Dalam menyikapinya diperlukan suatu solusi arif sehingga tidak menyebabkan permasalahan tersebut menjadi semakin rumit dan menghancurkan umat Islam itu sendiri.
Seringkali umat Islam sendiri terkadang menanggapi perang itu dengan emosi saja atau tanpa menggunakan dasar ilmu pengetahuan sebelum bertindak. Misalkan saja sebagian umat Islam ingin pergi ke Irak untuk ikut berperang dengan tujuan untuk menegakkan Islam dan beranggapan matinya termasuk syahid karena melawan orang-orang Amerika dan sekutunya yang diposisikan sebagai orang kafir yang menindas orang Irak sebagai orang Islam, padahal mereka sangat minim pengetahuannya tentang perang, dan bagaimana landasan hukum perang dalam Islam.
Padahal sebenarnya dalam menyikapi perang tersebut, perlu dikaji lagi seberapa besar nilai pengorbanan itu menurut Islam, dan juga bagaimana strategi perang yang tepat apabila memang diputuskan untuk berperang dengan ilmu pengetahuan. Sehingga tidak sekonyong-konyong begitu saja dan menimbulkan pengorbanan-pengorbanan konyol atau peperangan yang akan lebih banyak merugikan dan memberi maslahat bagi umat Islam di dunia.
Umat Islam dalam kasus peperangan tersebut mungkin perlu memetakan beberapa hal, misalnya:
Kita perlu melihat, apakah kondisi negara muslim yang sedang diperangi (Irak) tersebut dalam posisi yang memang bebar atau malah salah.
Melihat negara yang sedang memerangi, apakah negara yang benar-benar besar dan kuat atau kecil. Berhubungan dengan kita mampu melawan atau tidak.
Dalam kasus peperangan Irak ini, Irak disini juga sering dinilai tidak dalam posisi yang sepenuhnya benar. Banyak juga alasan Amerika dalam menggempur Irak yang dibenarkan oleh umat Islam khususnya di Timur Tengah. Misalnya kekejaman rezim pemerintahan Saddam Husein yang memerangi negara-negara lain di Timur Tengah yaitu Iran dan Kuwait. Selain itu menurut aqidahnya, orang Islam di Irak yang bergolongan Syi’ah banyak bertentangan dengan golongan lain di Timur Tengah. Yang pada akhirnya banyak ulama yang tidak mengeluarkan fatwa jihad untuk perang di Irak, karena yang didzalimi bukan orang Islam di Irak namun bangsa Irak itu sendiri yang memiliki rezim yang kejam. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Afghanistan.
Sedang bila kita melihat negara yang memerangi yaitu Amerika dan sekutunya tentu kita harus berpikir strategi dan trik yang tepat untuk menghadapinya agar umat Islam tetap terjaga. Seperti di contohkan oleh Rasulullah dalam perjanjian udaibiyah yang mana itu menjadikan contoh strategi diplomatis dalam menghadapi kondisi lawan yang tangguh, karena dengan berperang akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi umat Islam pada waktu itu.
Sedangkan apabila memang peranglah yang menjadi keputusan karena memang dinilai perang sudah menjadi solusi, maka kita sebagai umat Islam perlu merujuk kepada Al Qur’an surat At-Taubah ayat 122 yang terjemahnya sebagai berikut:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Jadi dalam kondisi perang pun kita musti membagi siapa yang akan berperang dan siapa yang tinggal untuk menuntut ilmu pengetahuan agar umat yang berperang setelah kembali dari perangnya dapat terjaga ilmu pengetahuan agamanya tidak lupa karena berperang karena diingatkan. Jangan hanya kemudian seluruh umat ikut berperang sedangkan kita ketinggalan dalam segi ilmu dan pengetahuan. Seperti penyebab turunnya ayat ini yaitu ketika kaum muslimin pada zaman nabi Muhammad suatu ketika sedang berperang kemudian seluruh umat Islam pada waktu itu menyiapkan dirinya untuk ikut perang sehingga tidak ada yang akan tinggal untuk menuntut ilmu.
Dalam tafsir UII dijelaskan, pada ayat ini Allah menjelaskan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu-ilmu agama Islam, yang juga merupakan salah satu cara dan alat dalam berjihad. Menuntut ilmu serta mendalami ilmu-ilmu agama juga merupakan suatu perjuangan yang meminta kesabaran dan pengorbanan tenaga serta harta benda. Peperangan bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah Islamiyah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh segala macam lapisan masyarakat.
Jadi demikian pentingnya fungsi ilmu didudukkan dalam Islam, hal ini diperkuat juga dalam surat Az-Zumar ayat 9 yang terjemahnya berbunyi :
“(Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri; sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ? Katakanlah; “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ? “Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
Pada ayat ini dijelaskan perbedaan antara orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak. Orang yang memiliki ilmu lah yang kemudian dapat mengambil pelajaran dan hikmah dalam hidupnya.
Jadi jelaslah kedudukan ilmu ini dalam Islam. Dalam kasus peperangan pun ilmu tidak boleh dilupakan sehingga umat hanya ikut berperang dan berperang hingga mengabaikan tugas untuk menuntut ilmu. Ilmu harus juga dijadikan dasar dan landasan dalam berbagai permasalahan di dunia.

PERADABAN ISLAM MESIR

PENDAHULUAN

Periode perkembangan modern umat Islam adalah berlangsungnya modernisasi dan transformasi masyarakat muslim. Pada masa ini umat Islam di berbagai belahan dunia berada dalam situasi yang terkacaukan oleh pengaruh bangsa-bangsa Eropa karena imperialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa eropa tersebut. Peradaban Islam dalam keadaan yang merosot akibat kehancuran imperium muslim, kemunduran ekonomi, konflik internal keagamaan dan kebangkitan politik serta ekonomi bangsa Eropa yang didukung dominansi kultural mereka. Keadaan inilah yang kemudian mendorong sejumlah pembaruan umat Islam di abad 19.
Pada masa ini perubahan sejarah diawali dengan gerakan-gerakan masyarakat muslim yang mengarah pada gerakan-gerakan modernisasi. Pada masing-masing wilayah pengaruh kekuatan Eropa terhadap gerakan muslim berbeda-beda, baik secara institusional maupun kultural dan perbedaan tersebut menimbulkan keragaman tipe masyarakat Islam kontemporer. Pada perkembangan peradaban Islam periode ini menunjukkan peradaban yang bercirikan interaksi antara masyarakat Islam dengan pengaruh Eropa.
Mesir terletak di sebelah timur laut benua Afrika, tempat pertemuan dua benua Asia dan Afrika. Mesir dipisahkan oleh dua lautan Laut Tengah dan Laut Merah. Negeri ini merupakan jalur perdagangan dan peperangan antara timur dan barat. Karena posisinya yang strategis itulah Mesir dilalui banyak peradaban silih berganti. Pada periode ini Mesir diwarnai oleh cengkeraman penjajahan oleh bangsa Eropa dan kebangkitan nasionalisme masyarakat Mesir.



PERADABAN ISLAM MESIR
PADA MASA MODERN

Kondisi Pemerintahan Utsmani
Pada masa berkuasanya pemerintahan Utsmani, Mesir berada dalam wilayah pemerintahannya. Kekuasaan Utsmani di Mesir dimulai oleh Sultan Salim pada tahun 1517. Perubahan yang dilakukan hanyalah pengangkatan raja muda dan pasya serta penempatan sekitar 500 anggota pasukan jenissari. Pada saat Sultan Salim meninggalkan Cairo, urusan Mesir diserahkan kepada Khair Bei, seorang bekas gubernur Mamluk yang membelot dan beralih ke Utsmani dan kemudian menjadi wali negara Mesir yang berkedudukan di Aleppo. Orang-orang Mamluk yang memerintah Mesir tetap menduduki jabatan Bei, yaitu kepala daerah yang tetap mempunyai pasukan-pasukan pengawal sendiri yang berasal dari budak-budak yang didatangkan dari Asia Tengah.
Pada abad ke-17 kekuasaan Sultan Utsmani semakin melemah, Mesir mulai melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul dan akhirnya menjadi daerah otonomi. Hal ini dimulai setelah jatuhnya prestise sultan-sultan Utsmani, kemudian orang-orang Mamluk tidak mau lagi tunduk kepada Istanbul dan bahkan menolak pengiriman hasil pajak secara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istanbul. Pemimpin mereka disebut Syeikh Al-Balad, namun para pemimpin ini bertabiat kasar dan hanya bisa berbahasa Turki sehingga hubungan dengan rakyat Mesir tidak begitu bagus.

Kemunduran Utsmani di Mesir dan Gerakan Ali Bek Al-Kabir (1768-1772 M)
Meskipun kekuasaan Utsmani melemah, sebenarnya Istanbul tetap berusaha agar Mesir di bawah kekuasaannya. Sultan Utsmani tetap mengirim Pasya Turki ke Cairo untuk bertindak sebagai wakil dalam memerintah daerah itu. Namun kedudukan Pasya Turki tidak lebih dari seorang Duta Besar, karena kekuasaan tetap di tangan Mamluk. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan Pasya sebelum memangku jabatan, jadi Pasya-Pasya ini tidak bisa mengontrol jalannya pemerintahan di daerah-daerah dengan baik. Selain itu juga sering dilakukan penggantian Pasya, sehingga mengakibatkan lemahnya kewibawaan pimpinan. Sering muncul konflik antara Pasya dengan Bei, Pasya dan Bei berlomba menambah beban rakyat. Korupsi merajalela, wabah penyakit menambah derita rakyat. Tahun 1619 terjadi wabah penyakit dan menelan korban lebih dari sepertiga juta jiwa.
Kekuasaan orang-orang Mamluk terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1769. Pada saat itu Ali Bek al-Kabir (Ali Bei), seorang mamluk kelahiran Caucasus mampu mengusir Pasya Utsmani dari Mesir dan mengumumkan kemerdekaannya dari kekuasaan Utsmani. Selanjutnya Ali Bei mendapat gelar Sultan Mesir dan penguasa dua laut. Ali Bei tidak puas dengan gelar itu, ia menempatkan diri sebagai sultan yang bebas dan berdaulat. Ia menerbitkan mata uang sendiri dan memerintahkan agar namanya disebut dalam khutbah Jum’at. Hal ini menurut kebiasaan waktu itu menandakan bahwa dia benar-benar berdaulat.
Ali Bei mangkat pada tahun 1773 M, karena dibunuh oleh panglima pasukannya pada medan peperangan. Setelah kematian Ali Bei, negeri ini menghadapi masa sulit yang berkepanjangan. Selama masa itu sejumlah raja silih berganti mengendalikan kekuasaan untuk kepentingan sendiri antara lain Ismail, Ibrahim, dan Murad. Prselisihan raja-raja tersebut terjadi dengan sengitnya.

Ekspedisi Penyerbuan Pasukan Prancis terhadap Mesir (1798-1801)
Perancis datang ke Mesir dengan kepemimpinan Napoleon Bonaparte. Dengan dalih menghukum penguasa-penguasa Mamluk yang telah berlaku sewenang-wenang, Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1789 dan keesokan harinya kota ini jatuh. Sembilan hari kemudian kota Rasyid jatuh, sebelah timur Alexandria. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon telah sampai di bawah piramid di dekat Cairo, Pertempuran terjadi di daerah itu dan kaum Mamluk lari ke Cairo tetapi karena mereka tidak mendapat simpati dari rakyat sehingga lari ke daerah Mesir Selatan. Pada tanggal 22 Juli Napoleon dapat menguasai Mesir.
Ekspedisi Prancis ini adalah hasil dari serangkaian rencana yang sudah lama dikembangkan oleh Prancis pada masa Louis XIV. Setelah revolusi Perancis selesai, Perancis menjadi negara besar yang mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Kedua negara ini berebut pengaruh di dunia, Napoleon melihat perlunya meletakkan Mesit di bawah kekuasaan Prancis untuk memutuskan komunikasi antara Inggris dan India.
Dalam rangka meningkatkan simpati kaum muslimin di Mesir, Napoleon membuat pamflet berbahasa Arab yang mengatakan bahwa orang-orang Mamluk bukanlah muslim yang baik, tidak sebaik orang Prancis yang datang untuk memulihkan kewibawaan pemerintahan Utsmani di Mesir.
Perlawanan orang-orang Mesir dan Utsmani serta intervensi Inggris menghalang-halangi pendudukan Prancis di Mesir. Inggris takut Prancis akan mempengaruhi kepentingan mereka di wilayah timur, sedangkan orang-orang Utsmani yakin bahwa Prancis akan menghilangkan kekuasaan mereka dan orang-orang Mesir yakin bahwa Prancis tidak akan memajukan Mesir. Pada Agustus 1798 armada Inggris bisa menghancurkan armada Prancis dalam pertempuran Albuqir dekat Alexandria. Kemenangan ini mendorong utsmani untuk melawan Prancis, padahal Bonaparte mendeklarasikan untuk melemahkan kelaliman Mamluk menghormati Islam dan memberi orang-orang Mesir untuk menjadi bagian dalam pemerintahan mereka. Sultan Utsmani justru mendeklarasikan berperang melawan Prancis dan bersekutu dengan Inggris dan Rusia.
Usaha Napoleon menguasai daerah-daerah di Timur Tengah tidak berhasil, perkembangan politik dalam negeri Prancis membutuhkannya di Paris. Ia meninggalkan Mesir di bawah pimpinan Jendral Kleber. Jendral Kleber mengalami kekalahan melawan Inggris dan Prancis akhirnya meninggalkan Mesir.
Kehadiran Napoleon Bonaparte di Mesir menghasilkan pengaruh-pengaruh dan ide-ide baru dalam ilmu dan kebudayaan. Ide-ide baru misalnya:
- Sistem pemerintahan republik
- Ide persamaan (Egalite)
- Ide Kebangsaan
Semua ini dikarenakan dalam ekspedisinya Napoleon tidak hanya membawa tentara saja, akan tetapi juga diikuti oleh sejumlah ilmuwan dan sarjana di berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Napoleon memilih 10 orang yang sebagian besar dari Al-Azhar untuk membentuk sebuah dewan rektor Al-Azhar. Bonaparte mendirikan “Institut d Egypte“ agar para ahli Prancis bisa memberikan petunjuk mengenai tekhnik. Institut ini terbuka bagi orang-orang Mesir. Napoleon juga menerbitkan majalah La Courrier d’Egypte sebagai media publikasinya.
Akan tetapi ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke Mesir dalam waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat Islam Mesir, dalam perkembangannya kemudian barulah ide-ide ini diterima dan kemudian dipraktekkan sehingga nantinya berhasil mendekatkan Mesir dengan Eropa.

Masa Renaissance dan kekuasaan Muhammad Ali (1805-1849)
Muhammad Ali awalnya adalah pemimpin kelompok Albania dalam pasukan Utsmani yang dikirim ke Mesir. Setelah berhasil mengusir napoleon dia diangkat menjadi Jendral tahun 1801, kemudian November 1805 diangkat menjadi wali negara Mesir dengan gelar Pasya. Muhammad Ali berhasil mengusir Inggris pada tahun1807 dari Rosetta.
Selama masa pemerintahan Muhammad Ali, hubungan interaksi antara Mesir dan Eropa berkembang khususnya dalam bidang Ekonomi. Perpindahan orang-orang asing ke Mesir kian meningkat, sehinnga modal asing muncul di Mesir. Mesir berpartisipasi dalam mempermudah komunikasi antara timur dan barat, dan menghidupkan kembali jalan darat selama pertengahan awal abad ke 19.
Selama pemerintahan Muhammad Ali , Mesir mengikuti kemajuan yang dialami Eropa. Dia mendirikan sekolah-sekolah dan mengirim pelajar-pelajar Mesir ke Eropa, menjadikan industri maju pesat, dan mengembangkan percetakan-percetakan. Muhammad Ali Pasya membuka pintu lebar-lebar untuk dimasuki budaya barat.
Atas permintaan Utsmani, Muhammad ali mengirimkan pasukan ke Balkan untuk memadamkan pemberontakan orang-orang Yunani. Permintaan itu disertai janji penguasaan Syria apabila berhasil. Dia berhasil memperoleh kesuksesan, akan tetapi Prancis dan Inggris mengirimkan armadanya untuk menghancurkan armada Mesir Utsmani tersebut. Selain itu Muhammad Ali juga berhasil meredam pemberontakan di Syria oleh Abdullah Pasya dan Amir Akha.
Setelah Muhammad Ali mangkat, penguasa-penguasa Mesir dari keluarganya yaitu: Ibrahim bin Muhammad Ali 1848 M, Abbas bin Thusun 1848 M,Said bin Muhammad Ali 1854 M, Ismail bin Ibrahim 1863 M, Taufiq bin Ismail 1879 M, Abbas Hilmi bin Taufiq 1892, Husein Kamil bin Ismail 1914 M, Ahmad Fuad bin Ismail 1917 M, Faruq bin Fuad 1936 M, Ahmad bin Faruq 1936 M.
Pada kekuasaan Taufiq, Prancis dan Inggris ikut campur dalam segala urusan di Mesir, maka rekyat Mesir dan tentara membencinya. Timbullah perlawanann dan muncul pemimpin-pemimpin nasional yang memiliki kecenderungan terhadap Islam seperti Musthafa Kamil dan Muhammad Farid. Inggris menarik diri serta memberikan kemerdekaannya kepadanya tahun 1922 M. Kemudian Partai Sa’ad Zaghlul yang dipimpinnya memperoleh kemenangan dan memimpin negeri itu.


PENUTUP

Mesir dikuasai oleh Mamluk, orang-orang Utsmaniyah dan pemimpin lokal Mesir, kemudian diserbu oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Setelah itu Mesir dikuasai oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1805-1848 M lalu dilanjutkan oleh keturunannya. Penguasa terakhir mereka adalah raja Faruq yang menghadapi “Revolusi pembebasan” oleh perwira yang kemudian mencopotnya dan kemudian diumumkan sistem Republik di Mesir.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam.Jakarta: Akbar Media Sarana. 2003.Maryam, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Lesfi. 2004

MACAM KARAKTERISTIK BIROKRASI

MACAM KARAKTERISTIK BIROKRASI
DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BIROKRASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL
Adalah lembaga pendidikan yang memiliki kriteria yang telah ditentukan dengan standarisasi dan strukturisasi model pendidikan umum dari pemerintah secara ketat. Antara lain:
Lembaga Madrasah
Madrasah adalah model birokrasi pendidikan keagamaan di jalur sekolah secara berjenjang, madrasah dikenal sebagai istilah untuk jenis pendidikan Islam. Dahulu pada zaman Orde Baru kebijakan mengenai madrasah ini lebih bersifat melanjutkan dan menguatkan kebijakan mengenai madrasah pada masa Orde Lama, di era tahun 70-80-an, madrasah tidak dipandang sebagai bagian sistem pendidikan nasional, madrasah hanya menjadi lembaga pendidikan otonom di bawah monitoring Departemen Agama. Yang menjadi alasan adalah bahwa sistem pendidikan madrasah lebih didominasi oleh muatan-muatan agama, kurikulum yang digunakan belum terstandarkan, strukturnya tidak seragam.
Kemudian seiring berkembangnya zaman Departemen Agama senantiasa melakukan berbagai upaya demi memajukan dan mengembangkan lembaga ini. Upaya-upaya Departemen Agama antara lain melakukan formalisasi dan strukturisai lembaga madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegrikan sejumlah madrasah dengan kriteria yang diatur pemerintah, selain itu juga mendirikan sejumlah madrasah-madrasah negeri baru. Sedangkan dtrukturisasi adalah untuk mengatur perjenjangan dan perumusan kurikulum yang cenderung sama dengan perjenjangan dan kurikulum sekolah yang berada di bawah Departemen Pendidikan.
Setelah adanya pengembangan konsep madrasah, Saat ini yang menjadi pedoman adalah: pertama madrasah meliputi tiga tingkatan: MI setingkat dengan SD, MTs setingkat dengan SMP, dan MA setingkat dengan SMA; kedua ijazah madrasah dinilai sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajat; ketiga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih atas; dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.
Konsekuensi perubahan paradigma madrasah tersebut adalah perubahan kurikulum dan jumlah jam pelajaran yang harus mengikuti pola Departemen Pendidikan sekaligus mempertahankan cirri khas Islam yang menjadi identitas madrasah.
Eksistensi madrasah terus meningkat seiring dengan perbaikan lembaga pendidikan madrasah yang kontinyu. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional. UU No. 2/1989 tentang sisdiknas memberikan ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam, khususnya madrasah. Implikasinya dapat diamati pada kurikulum dan jenjang madrasah, mulai Ibtidaiyah hingga Aliyah, perjenjangan ini sama dengan perjenjangan pada pendidikan sekolah umum dari SD hingga SMU. Kurikulumnya pun sama hanya dengan pengecualian pengembangan cirri khas Islam.
Integrasi yang terjadi pada madrasah tersebut tidak mencakup penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, tetapi dengan adanya integrasi tersebut setidaknya ada pengakuan eksistensi yang mantap bahwa madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, hanya saja departemen yang diberi wewenang untuk mengelola semua proses pendidikan bukan Departemen Pendidikan melainkan Departemen Agama.
Pada pengelolaannnya madrasah secara operasional dibagi menjadi dua status, yaitu lembaga pendidikan swasta dan negeri. Lembaga yang dibina pemerintah lazim diebut lembaga negeri, sedangkan lembaga swasta merupakan hasil partisipasi masyarakat terhadap madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Tanggung jawab pengelolaannya Madrasah ini dilimpahkan dari Menteri Pendidikan kepada Menteri Agama. Pengadaan, pendayagunaan, pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum, buku pelajaran, dan peralatan pendidikan dari satuan penidikan yang diselenggarakan Departemen Agama diatur oleh Menteri Agama setelah menerima pertimbangan dari Menteri Pendidikan.
Kepala Madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau madrasah negeri bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan, pendayagunaan arena dan prasarana kepada pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. Hal ini diatur dengan Keputusan Menteri Agama yang menyatakan bahwa Madrasah negeri adalah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan dalam lingkungan Departemen Agama, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya Cq. Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam atau Seksi Bimbingan Masyarakat Islam.
Sedangkan Kepala Madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat atau Madrasah Swasta bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan, dan pendayagunaan sarana dan prasarana kepada badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

BIROKRASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL
Model birokrasi pendidikan Islam non formal dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan non formal, yaitu lembaga penidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara individual, tidak berjenjang dan berkesinambungan serta diletakkan pada jalur penidikan luar sekolah.
Dalam hal ini pesantren adalah merupakan contoh lembaga pendidikan Agama Islam non formal. Pesantren dikenal sebagai model pendidikan Islam tertua di Indonesia. Lembaga pesantren ini dipimpin oleh kiai. Kiai merupakan figure sentral dan ruh bagi sebuah pesantren. Kegiatan-kegiatan pengajian ditangani secara langsung oleh kiai yang dibantu oleh badal kiai (asisten), ustad atau ustadah yang tugasnya sebagai tenaga pendidik santri sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
Departemen Agama mengelompokkan pesantren ke dalam tiga tipologi, yakni: salafiyah, khalafiyah, dan perpaduan keduanya. Pesantren salafiyah adalah pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Sedangkn system madrasah hanya untuk dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian, tanpa memperkenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran pesantren salaf adalah model pengajian yang dilakukan seperti kuliah terbuka yang diikuti oleh sekelompok santri. Kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan sekaligus mengulas kitab-kitab salaf berbahasa Arab yang menjadi acuannya. Atau model pengajian diskusi masalah tertentu yang dibimbing oleh seorang guru, atau santri mju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan guru. Selain itu pesantren Salaf juga kerap menggunakan model musyawarah. Biasanya materi sudah ditentukan oleh kiai dan para santri dituntut untuk menguasai kitab-kitab rujukan. Kiai memimpin musyawarah sebagaimana moderator. Model ini bersifat dialogis, sehingga banyak diikuti oleh para santri senior. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman dan paradigma terus berubah, sebagian pesantren salaf mulai menerapkan system madrasati atau model klasikal, bahkan juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah, seperti MI, MTs, dan MA, Perguruan Tinggi.
Pesantren khalaf (modern) adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum yang bersifat madrasati. Dalam pesantren ini, proses mengajarnya menggunakan system klasikal (berjenjang), memiliki kurikulum tetap, dan ada standarisasi. Kurikulum pesantren khalafiyah ada yang berafiliasi ke Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dengan menyelenggarakan sekolah umum, atau dengan menciptakan kurikulum sendiri sesuai dengan visi misi kiai.
Sedangkan pesantren perpaduan adalah pesantren yang muncul sebagai respons atas kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama dan pengetahuan umum, sifatnya temporer dan gagasannya justru bukan dari kalangan kiai. Misalkan saja peantren kilat, pesantren ini berbentuk semacam training dalam waktu tertentu. Aspek-aspek yang ditekankan dalam pesantren ini adalah keterampilan ibadah. Contoh lain adalah pesantren terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vokasional atau kejuruan sebagaimana pada balai latihan kerja Departemen Tenaga Kerja dengan program yang terintegrasi dengan inti latihan kepesantrenan. Santrinya berasal dari mereka yang putus sekolah atau para pencari kerja atau CPNS, dll.




Daftar Pustaka:
Riyadi, Ali, “Politik Pendidikan Menggugat Birokrasi Pendidikan Nasional”, Yogyakarta,: Ar-Ruzz, 2006

Jumat, 07 November 2008

kehidupan

di dalam kehidupan, kita harus menetapkan pilihan..terkadang kita bingung mana pilihan yang harus kita pilih..

Sebuah cerita, seorang sahabat sangat kebingungan ketika harus memilih jalan kehidupan mana yang ia pilih..kemudian bercerita dan meminta pendapat pada anak buahnya..
"Mana yang harus kupilih tetap melanjutkan studi setinggi2nya atau melanjutkan usaha orangtua?"..
"apapun yang kau pilih boss.., kau tetap tidak bernasib sial.., kenapa kau musti bingung..??atau mau kugantikan saja aku yang jadi engkau..?seharusnya aku yang leboh pusing karena tidak punya pilihan..